“seseorang tidak dapat mengurusi terlalu banyak masalah; seperti labu didalam air, labu yang satu akan muncul tatkala anda menahan labu yang lainnya” Pepatah Tiongkok.
Dulu saat saya tiba di Surabaya, saya sungguh dibelenggu rasa sepi yang mendalam. Kegiatanku paling hanya bercengkrama dengan tukang kopi di Jalan Kepanjen. Atau sesekali menghabiskan malam dengan Okta, teman cangkruk . Saat sepi mendera seperti saya ingin aktif dalam suatu organisasi entah apa bentuknya.
Waktu berjalan begitu cepat melesat, saya bergabung dengan banyak Organisasi baik yang membutuhkan komitmen tinggi maupun yang hanya sekedar menyemplungkan diri, hingga suatu ketika sulit melepaskan diri dari apa yang telah meringkus kebebasanku. Semua itu memang positif yang bisa mengarahkan dan mendewasakan saya baik dalam hidup bersama maupun secara pribadi. Tidak sadar hantu kesibukan seolah menjerat saya begitu kuat.
Ya… kesibukan: suatu penyakit di era sekarang ini, yang mengubah orang-orang baik hati menjadi penggerutu. Menjadi setengah manusia yang terus berlomba dari suatu kewajiban ke kewajiban yang lainnya. Mencurahkan diri kita sepenuhnya ditempat yang positif tetapi juga memberi kita kekacauan, yang akhirnya kita tidak dapat berpikir jernih apa yang sedang kita lakukan. Kita terbawa arus kesibukan dan rutinitas yang membosankan dan tidak berjiwa.
Saat tersadar saya berpikir, kita bahkan tidak dapat berbuat suatu perubahan yang positif dalam dunia, dan lingkungan kita jika kita kelelahan, jauh dari orang lain, dan terus menerus berada dalam suasana yang hiruk pikuk. Saya mungkin perlu belajar untuk kapan mengatakan “ya” dan kapan mengatakan “tidak”. Sembari terus terus menyadari bahwa apa yang kita lakukan sampai mati sekalipun bisa saja menjadi sia-sia tanpa menghasikan nilai yang sebenarnya. Tinggalkan warisan yang abadi dengan menyadari sepenuhnya apa yang benar-benar dapat kita lakukan dan berkomitmenlah untuk hal-hal yang sungguh dapat kita kerjakan.
Sampai akhir-akhir ini saya hampir saja menolak suatu tantangan yang diberikan kepada saya. Tantangan. iya... karena saya tidak yakin dengan prospek kedepannya seperti apa. Belum lagi lingkungan yang kurang mendukung. dilain tempat saya bisa berhasil mungkin karena didukung oleh rekan-rekan yang kompeten sedang dalam situasi baru bisa saja tantangan yang diberikan serasa berat. Sampai saya dikatakan koq cuman mengatakan iya saja susahnya setengah mati. Butuh 2 hari. itu waktu yang diperlukan bagi saya untuk mengatakan bersedia. Itu dalam hal yang kecil belum lagi yang membutuhkan komitmen yang lebih besar. Semoga bagi saya ini merupakan pembelajaran terus-menerus.
Meski aku tak tahu persis tantangan itu, tapi semoga itlah keputusan yg terbaik buatmu. Memang kita kadang tak sadar telah terseret jauh ke dalam arus kesibukan. Butuh waktu khusus utk mengintip ke kompas, jangan2 kita sdh terlalu jauh melenceng dari jalan yg dikehendaki Tuhan?
BalasHapusSenangnya mas Marianus sdh kembali ngeblog! Semangat terus ya!
ya..hidup ini emang penuh tantangan bro..semoga Allah memberimu yang terbaik.Thanks kunjungannya.
BalasHapussetuju...
BalasHapusyuppsss.. aku pun setuju... prnh kejadian nih dlm hidpku.. bru sdr trnyt ini adlh sbeuah nazar.. syukurnya nazarku sdh ku byr lunas... :)
BalasHapussblumnya terimakasih telang mengunjungi blog saya bung marianus...
BalasHapusttg artikel ana yg ini, saya setuju, yg namanya kesibukan memang bisa jadi setan dalam diri kita, dia telah membutakan kita terhadap hal2 yg disekitar kita, kita jadi manusia yg super egois..
nice post....