Mutiara Kata Hari Ini

Hari yang paling disia-siakan adalah hari saat kita tidak tertawaSebastian Roch Nicolas Chamfort.

22 Agustus 2009

Tertawalah Sobat

“hari yang paling disia-siakan adalah hari saat kita tidak tertawa” Sebastian Roch Nicolas Chamfort.

Hidup adalah masalah serius. Bahkan pepatah latin mengatakan “Vita et Militia” (hidup adalah perjuangan) Anda setuju dengan pendapat atau papatah ini? Saya yakin anda pasti setuju. Dan kalupun tidak silahkan anda membaca dikoran atau menonton berita pagi atau sore di Televisi. Kita akan banyak menemukan begitu banyak betapa hidup tidak dapat dinikmati oleh mereka korban bencana alam, korban bom, tragedy kemanusiaan serta tindakan mereka yang berhati beku yang tega menyakiti sesamanya.
Kita melihat hiruk pikuk jalanan dan seriusnya orang-orang mengerjakan tugasnya. Yang malah membuat orang itu semakin tertekan dalam melaksanakan tugasnya. Sementara dilain dunia semakin banyak bukti yang memperlihatkan bahwa tawa sering kali membuat perubahan besar dalam pola laku seseorang. Tawa dapat melepaskan endorfin (zat yang keluar dari otak yang dapat melegakan perasaan, dan meberikan rasa nyaman pada tubuh kita) dalam tubuh kita dan meningkatkan perasaan sejahtera. Banyak ilmuwan kesehatan telah menemukan bahwa terapi tawa merupakan cara efektif untuk membantu korban penganiayaan dan penyia-nyiaan.

Kita mungkin bukan termasuk makhluk yang dapat tertawa ataupun dapat bercanda dengan nyaman, tetapi mendapatkan keuntungan dari rasa humor kita tidak harus menjadi pelawak ataupun comedian. Menonton dan melihat sesuatu dalam keseharian dapat membantu kita menumbuhkan tawa. “semenit tawa dapat menghalau berjam-jam penderitaan”

19 Agustus 2009

Berpikirlah sebelum Berkomitmen

“seseorang tidak dapat mengurusi terlalu banyak masalah; seperti labu didalam air, labu yang satu akan muncul tatkala anda menahan labu yang lainnya” Pepatah Tiongkok.

Dulu saat saya tiba di Surabaya, saya sungguh dibelenggu rasa sepi yang mendalam. Kegiatanku paling hanya bercengkrama dengan tukang kopi di Jalan Kepanjen. Atau sesekali menghabiskan malam dengan Okta, teman cangkruk . Saat sepi mendera seperti saya ingin aktif dalam suatu organisasi entah apa bentuknya.

Waktu berjalan begitu cepat melesat, saya bergabung dengan banyak Organisasi baik yang membutuhkan komitmen tinggi maupun yang hanya sekedar menyemplungkan diri, hingga suatu ketika sulit melepaskan diri dari apa yang telah meringkus kebebasanku. Semua itu memang positif yang bisa mengarahkan dan mendewasakan saya baik dalam hidup bersama maupun secara pribadi. Tidak sadar hantu kesibukan seolah menjerat saya begitu kuat.

Ya… kesibukan: suatu penyakit di era sekarang ini, yang mengubah orang-orang baik hati menjadi penggerutu. Menjadi setengah manusia yang terus berlomba dari suatu kewajiban ke kewajiban yang lainnya. Mencurahkan diri kita sepenuhnya ditempat yang positif tetapi juga memberi kita kekacauan, yang akhirnya kita tidak dapat berpikir jernih apa yang sedang kita lakukan. Kita terbawa arus kesibukan dan rutinitas yang membosankan dan tidak berjiwa.

Saat tersadar saya berpikir, kita bahkan tidak dapat berbuat suatu perubahan yang positif dalam dunia, dan lingkungan kita jika kita kelelahan, jauh dari orang lain, dan terus menerus berada dalam suasana yang hiruk pikuk. Saya mungkin perlu belajar untuk kapan mengatakan “ya” dan kapan mengatakan “tidak”. Sembari terus terus menyadari bahwa apa yang kita lakukan sampai mati sekalipun bisa saja menjadi sia-sia tanpa menghasikan nilai yang sebenarnya. Tinggalkan warisan yang abadi dengan menyadari sepenuhnya apa yang benar-benar dapat kita lakukan dan berkomitmenlah untuk hal-hal yang sungguh dapat kita kerjakan.

Sampai akhir-akhir ini saya hampir saja menolak suatu tantangan yang diberikan kepada saya. Tantangan. iya... karena saya tidak yakin dengan prospek kedepannya seperti apa. Belum lagi lingkungan yang kurang mendukung. dilain tempat saya bisa berhasil mungkin karena didukung oleh rekan-rekan yang kompeten sedang dalam situasi baru bisa saja tantangan yang diberikan serasa berat. Sampai saya dikatakan koq cuman mengatakan iya saja susahnya setengah mati. Butuh 2 hari. itu waktu yang diperlukan bagi saya untuk mengatakan bersedia. Itu dalam hal yang kecil belum lagi yang membutuhkan komitmen yang lebih besar. Semoga bagi saya ini merupakan pembelajaran terus-menerus.