Mutiara Kata Hari Ini

Hari yang paling disia-siakan adalah hari saat kita tidak tertawaSebastian Roch Nicolas Chamfort.

01 Juni 2009

Dua Cangkir Kopi = Beda Rasa

Ini Kisah yang selalu membangkitkan saya dari keterpurukan dan masalah yang mengahantui saya.

Ayahku seorang petani tulen yang setiap hari mencangkul di ladang atau disawah, sementara ibuku mengurusi rumah dan kadang membantu ayah keladang. Tidak pernah terpikirkan olehku mereka memiliki pola pikir yang luar biasa.

Ini kisahnya:

Dikelas 2 SMA setelah liburan Natal, saya sebenarnya memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah. Alasan saya simpel; saya tidak mau melihat kedua orang tua saya terlalu lelah demi kami anak-anaknya, saya gak mau peluh mereka mengalirkan darah. Pikirku dengan idealisme kerdilku mereka dengan mudah mau mengikuti mauku. Ternyata tidak.

Hari itu dengan sifat kebapakan, beliau mengajak saya duduk di kursi yang terbuat dari cacahan bambu di belakang rumahku. Dan dengan tenang, beliau berkata.
“Nus. Apakah masalahmu sangat berat?”
aku menjawab; “pak. Saya tidak mau bapak-mama bekerja terlalu keras demi kami, saya kasihan bapak dan mama.”
“Apakah dengan mengorbankan sekolahmu, bapak dan mama tidak usah lagi kesawah atau ke ladang, mau kamu mengembalikan semua uang ayah-ibu yang dikeluarkan untuk menyekolahkanmu? atau kah kamu juga tidak akan lelah dan merindukan bangku sekolah, teman-teman dan cita-citamu?” Tanya ayahku.

Aku hanya diam.
“Sudah minum?” (biasanya ibu membuatkan secangkir susu kedelai)
“belum.” Jawabku.
“tolong ambilkan cangkir didapur, kita buat minum dulu.” Pinta ayahku.
Dengan segera kuambil cangkir kecil dan sebuah yang besar yang biasa dipakai oleh ayahku.

Dengan air dari termos dia lalu membuatkan dua cangkir kopi, satu digelas berisi setengah liter yag satunya kira-kira 100 ml.

“Ini. Dua-duanya harus kamu minum.” Pinta ayahku.
“koq dua-duanya? Apa tidak enak kopinya atau gelasnya masih kotor?” tanyaku heran.
“sudah… kamu minum saja. Tidak ada apa-apa” Ayaku meyakinkanku.

Setelah agak lama saya akhirnya meminum dari cangkir yang kecil terlebih dahulu.
“Duh Pahit!!!” gerutuku.
“maaf ayah lupa memberikan gula… yang ini saja” sambil menyodorkan cangkir besar.
Saya lalu meneguk dari cangkir besar.

“Bagaimana?” Tanya ayahku melihat rait aneh di wajahku.
“ayah koq aneh, satunya pahit yang satunya malah tak berasa. Maksudnya apa?” tanyaku.

“Ya… itulah hidup. Saat ini hidup kita mungkin sedang berada dalam cangkir yang kecil. Masalah kecil bisa sangat membuat diri kita takut, khawatir dan putus asa. Kelak saat kita dapat membesarkan pola pikir kita, masalah akan semakin kecil. Kopi tadi takarannya sama bedanya hanya pada wadah dan air yang ada dalam wadah tersebut.”

“Buatlah dirimu lebih matang, lebih berkembang jangan hanya seperti ayah dan ibu.”

Kisah ini yang terus-menerus hadir disaat saya susah dan tidak berpengharapan. Selain Berdoa usaha kita adalah mengembangkan diri kita, menghadapi masalah dan memecahkannya…

Saya belum mencapai cita-cita ideal saya tetapi saya sudah bisa lebih berguna bagi keluarga saya, ayah-ibu saya dan kakak-adik saya kelak orang lain itu cita-cita saya.

4 komentar:

  1. wah..kamu harus bangga punya ayah yg demikian bijaksana! Aku terharu baca kisahmu, dan ikut belajar dari falsafah kopi di cangkir kecil dan gelas besar. Thanks for sharing!

    BalasHapus
  2. kerennn boosss!!!.
    nice post! :D

    BalasHapus
  3. Hebat benar ayahmu...!! Salut...!! Aku ikut belajar nih disini .. Makasih udah sharing ilmu dan pengalaman..

    BalasHapus

Silahkan berikan komentar anda disini.
Komentar yang tidak sesuai dengan isi topik pembicaraan dan yang berbau sara serta menyerang pihak lain akan dihapus. Saya akan mengunjungi anda kembali.... Terima kasih.