Pepatah Cina mengatakan. "Jangan memberikan dia ikan tetapi berilah dia kail" itu yang ada di benak SSV St. Yakobus sekarang. bagaimana tidak sudah sekian lama kita melayani orang Miskin dan memberikan Beasiswa bagi siswa yang secara ekonomi tidak mampu tetapi mempunyai kemauan tinggi untuk sekolah.
Sudah sejak 1993 SSV (Serikat Santo Vinsesius konf. St. Yakobus) mengikrarkan berdirinya SSV tentu dengan segala macam resiko dan tantangan. tetapi apapun harus tetap berjalan. Dalam rentang 16 Tahun tentu banyak sekali suka duka yang dihadapi. "yang pasti yang Suka aja yang kita ingat" kata Pak Djoko yang menjadi angkatan pertama SSV ini didirikan. Banyak siswa yang telah dibantu sehinga mereka mendapat pengetahuan yang layak dan penghidupan yang lebih baik. kata orang yang pernah saya baca di buku atau milis di internet, Kualitas hidup seseorang tergantung dari seberapa pengetahuan yang dia perolah dan kualitas diri yang terus berkembang.
Lalu seberapa pentingkah SSV dijaman ini? "Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit" kutipan Injil ini rasanya cocok untuk menggambarkan kondisi SSV sekarang terutama konferensi-konferensi campuran. sudah banyak yang tua-tua dan sebentar lagi kalau tidak planing dan konsep pengembangan SSV kedepan bukan tidak mungkin Karya pelayanan SSV akan mati.
Saya Tidak usah berbicara jauh-jauh, kebetulan saya berada di Dewan Daerah Surabaya yang mencakup wilayah Surabaya, Jombang, Tuban, Madura, Bojonegoro, Cepu dan Rembang. Hampir 60% pengurus onferensi adalah mereka yang berumur 50 keatas. terkecuali beberapa konferensi di Surabaya yang masih dihuni oleh mereka yang muda-muda. tidak termasuk konferensi Pelajar.
Itu baru masalah kaderisasi. Masalah berikutnya adalah sulitnya mendapatkan donatur atau tangan-tangan terulur dan hati tergerak untuk membantu orang miskin dan mereka yang kita layani. Mengharapkan bantuan dari luar negeri sama dengan menunggu kematian pelayan SSV dan membuat kita terus menerus menjadi pengemis.
Kami tadi baru saja mengadakan rapat di Konferensi St. Yakobus. Saya lalu membandingkan dengan awal saya bergabung, konferensi ini minim dana sehingga kita perlu bekerja lebih keras untuk meluluhkan hati orang agar mau memberikan "sedikit" dari kerelaannya. Sekarang situasi sulit ini seolah datang lagi, tidak parah memang. tetapi siapa yang mau menunggu hingga parah. Ada beberapa pemikiran, bagaimana mengoptimalkan peran proyek, yang artinya Pengurus lebih keras lagi berusaha mencari dana. lalu bagaimana dengan anggota klien yang kita bantu, Pelatihan mental, dan pola pikir sudah sering kita berikan agar mereka setidaknya dapat berpikir postif untuk memberdayakan diri sendiri. Salah satunya dengan membuat lilin yang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan doa di Gereja Kepanjen, yang lainnya ide banyak tetapi kembali pekerja sedikit, masih ada jual juss setiap hari minggu misalnya kegiatan yang cukup ringan hanya butuh pengorbanan waktu yang cukup besar. "Hari sabtu - minggu adalah hari keluarga kata mereka." Bingung juga ya...
Sementara situasi krisis menyerang banyak sendi perekonomian para donatur yang selama ini menjadi penyokong setia kami memaksa mereka menarik diri dari rutinitas pemberian yang biasanya mereka lakukan selama ini. Sementara sumbangan dari luar yang diterima dipukul rata antara konferensi yang memiliki banyak kegiatan, klien dan asuhan membuat konferensi lain terlena dan tidak mau berusaha. Tidak ada Twining = Tidak ada kegiatan.
Lalu adakah grand design
yang akan diusahakan Dewan Daerah, Dewan Wilayah ataupun Dewan Nasional untuk mengatasi masalah-masalah ini? Kita tidak dapat berpangku tangan, atau berbicara didepan meja. turun dan lakukan sesuatu untuk SSV lebh baik.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapuswuihhhhh.. pahlawan juga tuh dia.. ;)
BalasHapus