Sekarang rasanya yang paling terkenal seantero nusantara adalah Ponari. bocah cilik yang mengaku menemukan batu yang berkasiat menyembuhkan segala penyakit. ribuan orang berbondong-bondong menuju tempat praktik dukun cilik ini, konon (karena saya gak pernah kesana) apapun yang berbau Ponari laku untuk dijadikan jimat yang dapat menyembuhkan. bahkan beberapa orang dalam tayangan televisi mengais-ngais air dan lumpur yang mengalir dari kamar mandi Ponari. Begitu maniak dan terobsesi akan batu ini manusia akan batu ini sampai jarak dan nyawapun tidak diperhitungkan. pasien yang datang tidak hanya yang berasal dari jawa tetapi banyak juga yang dari luar pulau. wee...hh...!!
Dukun fenomenal ini mengguncang perasaan para penderita penyakit. Orang tidak mau lagi ke dokter atau rumah sakit. cukup meminum ataupun menyentuh apa saja yang dimiliki Ponari, maka semoga sembuh. kuatnya perasaan untuk ingin sembuh sampai membutakan orang berbuat apa saja. bahkan kabar yang saya dengar di tipi orang yang mengantri akhirnya sembuh penyakit asam uratnya. saya lalu bertanya-tanya. sembuh apa "sembuh" sembuh yang pertama apa karena kuatnya sugesti pada ponari atau sembuh karena mati rasa akibat antri yang terlalu lama untuk sembuh yang kedua. sembuh yang pertama bahkan saya sendiri merasa bangga atas pencapaian si dukun cilik ini yang sekiranya dapat meringankan beban masyarakat yang terus dihimpit oleh macam-macam kesulitan hidup. oleh kebutuhan pokok yang melonjak tinggi, oleh kebijakan peerintah yang tidak menjangkau rakyat kecil, oleh pemiskinan struktural. sumbangan yang diperuntukna orang kecil ditilep sedikit-demi sedikit yan terakhir tinggal kerak. masih syukur dapat.
Model pemiskinan seperti ini yang akhirnya menimbulkan budaya instan pada kaum miskin. budaya menunggu sumbangan, budaya menunggu pemberian yang pada akhirnya bermuara pada ketidakberdayaan dalam menghadapi hidup. kalau tidak ada yang membantu ya sudah. Sampai kapan ya... orang tidak mau bersusah payah kedokter, kerumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya, sampai kapan orang hidup dalam belenggu kemiskinan yang menjerat terus untuk tidak berdaya. untuk tidak mendapatkan akses kesehatan yang layak dari pemerintah.
Para pasien yang menyerahkan nasibnya ketangan Ponari, itu diakibatkan oleh tidak cukupnya akses kesehatan bagi rakyat kecil. Orang kecil tidak punya cukup uang untuk memeriksakan kesehatannya kedokter atau puskesmas. apalagi tarif dokter sekarang juga bukan main mahalnya, sekedar untuk konsultasi. atau dokter-dokter lebih sering tinggal dikota karena vulusnya mengalir mulus dari pada di desa melayani orang miskin didesa yang kering kerontang. ini masih cermin yang ada di pulau Jawa. bagaimana dengan mereka yang ada dipedalaman Papua, Kalimantan, Sulawesi atau NTT yang terisolasi dan jauh dari jangkauan medis? Bagaimana Bu Menteri....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda disini.
Komentar yang tidak sesuai dengan isi topik pembicaraan dan yang berbau sara serta menyerang pihak lain akan dihapus. Saya akan mengunjungi anda kembali.... Terima kasih.